by :
Tri Sulis Setyoningrum
Abstrak
Laut
menyimpan potensi sumberdaya alam yang berlimpah sehingga dapat menjadi salah
satu sumber ekonomi dalam kelangsungan hidup manusia yang berada di kawasan
perairan. Kawasan perairan di Indonesia sangat luas yang berada hampir di
setiap kabupaten atau kota yang ada di Nusantara, salah satunya di kabupaten
Jember propinsi Jawa Timur. Jember memiliki garis pantai yang cukup luas yang
menjadikan kabupaten ini menjadi primadona wisata air tersendiri. Jember
memiliki beberapa pulau yang menawan karena pantai yang ditawarkan, pulau Nusa
barong salah satunya. Pulau Nusa Barong adalah sebuah pulau kecil yang belum
berpenghuni dan memiliki eksotisme tersendiri bagi pengunjungnya. Namun, saat
ini sangat disayangkan kondisi perairan yang tercemar karena penggunaan potasium,
alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan sebagainya. Sehingga diperlukan
upaya perlindungan dan pelestarian dibawah payung hukum yang jelas. Hal ini
membuat penulis ingin menggali kendala atas pengimplementasian UU No. 27 Tahun
2007 mengenai hukum dan kebijakan kawasan konservasi pulau-pulau kecil di pulau
Nusa Barong Jember khususnya.
Kata Kunci : Kebijakan,
konservasi, Nusa Barong, local wisdom
I.
Pendahuluan
Kabupaten
Jember menjadi sebuah daerah yang memiliki beberapa wilayah perairan dan
pulau-pulau kecil, salah satunya adalah pulau Nusa Barong yang menjadi salah
satu primadona wisata karena kealamiahan pemandangan yang ada disana. Tetapi
seiring dengan berjalannya waktu ekosistem yang ada di pulau ini mengalami
kerusakan karena beberapa aktivitas yang dilakukan penduduk sekitar seperti
menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (potassium dan dinamit)
serta jangkar nelayan yang bersandar untuk mencuri telur-telur penyu yang akan
dijual di pasar gelap dengan harga yang selangit. Kerusakan terumbu karang
tercatat hampir 85% yang terjadi di pulau ini. Hal ini mengakibatkan
produktivitas nelayan semakin berkurang hingga mencapai 20% sejak tahun 2009 hingga
2011 dengan sulit ditemukannya hampir semua jenis
ikan,baik lemuru maupun tongkol yang sebelumnya menjadi hasil tangkapan
mayoritas nelayan Puger.
Kerusakan ekosistem yang ada di sekitar
pulau Nusa Barong dapat memicu berbagai masalah seperti berkurangnya
produktivitas nelayan karena rusaknya terumbu karang yang merupakan tempat
biota laut untuk berkembangbiak, beradabtasi dan bertelur serta merusak
keindahan pulau yang akan mengurangi ketertarikan wisatawan untuk berkunjung ke
pulau Nusa Barong. Sehingga diperlukan upaya konservasi baik dari pemerintah,
LSM maupun masyarakat agar kelestarian sumberdaya laut dapat terjaga dengan
baik. Namun, disisi lain diperlukan payung hukum yang jelas agar tidak
menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. Kebijakan konservasi laut
sebenarnya sudah ada dalam Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang hukum dan kebijakan kawasan
konservasi pulau-pulau kecil tetapi di kabupaten Jember belum dapat
mengimplementasikan kebijakan tersebut, oleh sebab itu penulis mengangkat judul
“Problematika Pengimplementasian
Hukum dan Kebijakan Kawasan Konservasi Pulau-pulau Kecil di Pulau Nusa Barong
Kabupaten Jember”.
II.
Pembahasan
Nusa
Barong, Pulau Kecil Berpotensi Besar
Nusa Barong adalah sebuah pulau kecil di kecamatan
Puger kabupaten JemberProvinsi Jawa Timur yang
terletak secara geografis berada pada 08˚ 30' 30'' LS 113˚ 17' 37'' BT
dengan luas pulau 78.76 km2. Dalam sejarah disebutkan bahwa sejak
masa pemerintahan Hindia Belanda, pulau Nusa Barong terkenal sebagai habitat
satwa rusa (Cervus timorensis), penyu
(Chelonidae) dan beberapa burung laut
sehingga kawasan ini dikenal sebagai area perburuan rusa yang ideal. Tetapi
dengan semakain maraknya perburuan rusa dikhawatirkan satwa-satwa di kawasan
ini mengalami kepunahan. Untuk menghindari kerusakan hutan dan menurunnya
populasi satwa, pada tanggal 9 Oktober 1920 pemerintah Hindia Belanda
menerbitkan SK melalui Staatblad No. 736 yang berisi penetapan pulau Nusa
Barong seluas 6100 Ha sebagai kawasan cagar alam. Saat ini, kawasan cagar ala
mini berada di bawah naungan Sub Balai KSDA Jawa Timur II, sub seksi KSDA Meru
Nusa Barong.
Dari
segi aksesbilitas, pulau Nusa Barong dapat dicapai melalui jalur darat dan
dilanjutkan dengan transportasi laut. Titik keberangkatan dapat dimulai dari
kota Jember menuju PPI Puger di desa Puger Kulon kecamatan Puger lalu
dilanjutkan dengan menyewa perahu nelayan menuju pulau Nusa Barong. Rute lain
yang dapat ditempuh melalui desa Getem yang berjarak ± 11 km dari kecamatan
Puger, dari desa ini menuju ke pulau Nusa Barong ± 30 menit dengan menggunakan
perahu jukung. Kondisi jalan menuju desa Puger Kulon sudah beraspal dan dapat
dilewati kendaraan roda empat. Desa ini menyediakan perahu atau kapal dengan
berbagai ukuran sebagi alat transportasi laut menuju pulau Nusa Barong. Kendala
transportasi yang sering terjadi adalah sering terjadi kecelakaan di pintu
masuk menuju PPI Puger (Plawangan).
Potensi sumberdaya alam yang
dimiliki oleh pulau Nusa Barong sangat beragam. Di bidang kehutanan berupa
cagar alam yang masih memiliki plasma nutfah, penyu, rusa dan hewan lainnya. Di
bidang perikanan, pulau Nusa Barong kaya akan ikan jenis pelagis dan demersal.
Ikan pelagis menjadi ikan yang banyak ditangkap oleh nelayan di sekitar pulau
ini antara lain ikan tongkol, selar, lemuru, kembung dan sebagainya yang
ditangkap menggunakan jaring pukat cincin (purse
seine). Ikan demersal yang umumnya ditangkap adalah ikan kerapu, kuwe,
kakap, kurisi dan lain-lain yang ditangkap dengan menggunakan pancing. Selain
itu, terdapat lobster dan kepiting yang hidup di perairan karang, nelayan
menggunakan jaring insang dan kredet untuk menangkapnya di perairan sebelah
selatan pulau Nusa Barong. Sedangkan jenis hewan rusa yang merupakan jenis
hewan buruan mengalami penurunan populasi akibat perburuan liar. Di kawasan ini
juga banyaki dijumpai satwa yang termasuk mamalia, aves dan reptil seperti
ular. Pulau ini walaupun tidak berpenghuni namun banyak didatangi nelayan untuk
menangkap ikan karena Nusa Barong merupkan wilayah fishing ground yang potensial.
Potensi Nusa Barong
yang Perlu Digali
Nusa Barong memiliki beragam potensi
antara lain berpotensi sebagai obyek penelitian
ekologi karena terdapat ekologi penyu, wallet, biota laut dan terumbu
karang. Penelitian di pulau ini belum pernah dilakukan. Lokasi-lokasi yang
dapat dilakukan untuk penelitian ini antara lain Teluk Cambah, Teluk Jeruk,
Teluk Kepuh, Teluk Ketimo, Teluk Tambakan, Teluk Plirik, Teluk Bande Alit dan
Teluk Endog-endogan. Penelitian mengenai penyu belum mendetail terutama
kekonsistenan satwa tersebut untuk bertelur di kawsan ini sehingga perlu
pelabelan. Secara Geologi, pulau ini terdapat berbagai jenis batu-batuan
diantaranya batu kaca yang belum pernah diteliti dan juga gejala-gejala alam
lainnya seperti adanya tebing-tebing yang curam dan tinggi dengan
lapisan-lapisan tanahnya yang sangat jelas sebagai akibat dari kerasnya deburan
ombak pantai selatan. Disini, juga terdapat beberapa goa yang merupakan sarang
burung walet. Pulau Nusa Barong juga memiliki situs sejarah yang belum
teridentifikasi sebagai lokasi yang menjadi saksi perjuangan sejarah bangsa
Indonesia. Untuk itu, penggalian sejarah perlu dilakukan untuk melengkapi
sejarah bangsa ini karena hal itu perlu dilakukan untuk merawat dan
melestarikan peninggalan fisik antara lain berupa bak air tawar, menara
pengintai dan bunker perlindungan yang dibuat oleh penjajah.
Nusa Barong dapat digunakan sebagai
obyek wisata pendidikan karena di kawasan ini terdapat tumbuhan, satwa,
ekosistem, obyek wisata sejarah dan pendidikan lingkungan. Potensi tumbuhan
yang khas di kawasan ini antara lain kayu stigi (untuk pembuatan tongkat), kayu
mursodo, kayu kuniran (sebagai pewarna batik) dan kayu talang pasir (sebagai
dayung perahu). Jenis satwa yang sering dijumpai di kawsan ini antara lain
rusa, babi hutan, budeng yang termasuk jenis mamalia. Sriti, elang laut, walet,
bangau, elang coklat, mliwis yang termasuk kategori aves dan penyu, biawak,
ular yang masuk dalam kategori reptil. Di
kawasan ini terdapat empat tipe ekosistem yang dapat dijumpai yaitu ekosistem
pantai dengan jenis-jenis dominan nyamplung (Calophyllum inuphyllum), pandan
(Pandanaceae) dan waru laut (Hibiscus tiliaceae), ekosistem mangrove dengan
jenis-jenis Rhizopora sp dan Avicenia sp, ekosistem rawa dengan jenis-jenis
dominan putat (Alstonia spontulas) dan sengir (Pleinocasiuma sternatifolium)
serta ekosistem hutan dataran rendah dengan jenis tumbuhan yang dominan kepuh
(Sterculia foetida) dan serut (Streblus asper). Objek tumbuhan, satwa dan
ekosistem ini dapat digunakan untuk kegiatan pengenalan jenis-jenisnya,
deskripsi tumbuhan dan satwa maupun perilaku satwa dan ekologinya.
Objek
wisata sejarah di sini berupa benteng pertahanan dengan menara pengintai dan
beberapa ruangan serta bak mandi peninggalan masa penjajahan Jepang yang
terletak di atas Teluk Jeruk. Objek lainnya adalah makam Mbah Sindu, yang
menurut cerita penduduk Puger merupakan pengikut setia Pangeran Puger. Pangeran
Puger adalah pangeran Kerajaan Mataram di Jawa Tengah yang melarikan diri
ketika masa penjajahan Belanda. Di dalam kawasan Pulau Nusa Barong juga
terdapat batu-batuan yang dapat digunakan untuk pengenalan jenis batuan,
diantaranya adalah batu kaca yang merupakan bahan dasar pembuatan kaca mobil.
Selain itu, pada tebing-tebing pulau yang berbatasan dengan laut terdapat
lapisan-lapisan tanah yang sangat terlihat dan juga dapat menjadi objek wisata
pendidikan terutama cabang ilmu geologi yang cukup menarik untuk diamati.
Pulau
Nusa Barong juga berpotensi untuk pengembangan di bidang perikanan tangkap,
sebaiknya dilakukan pengembangan alat tangkap perikanan pukat cincin (purse seine) dengan alat bantu rumpon
permukaan. Untuk perikanan laut dalam dapat dikembangkan jaring insang dasar (bottom gillnet) dan rumpon laut dalam.
Selain itu, diperlukan juga pengelolaan kawasan pesisir antara lain dalam
bentuk kebijakan pemerintah seperti rehabilitasi kerusakan ekosistem mangrove,
terumbu karang, lahan pesisir bekas penambangan pasir, pencegahan erosi pantai
maupun pengendalian pencemaran yang berasal dari darat, pengentasan kemiskinan
dan pemberdayaan masyarakat pesisir, pengembangan mata pencaharian alternatif
serta pemanfaatan sumberdaya pesisir. Untuk pengembangan di bidang kehutanan,
sebaiknya dilakukan konservasi kehutanan yang berbasis kerakyatan juga
pelestarian penyu dan rusa, sehingga kelangsungan hidup penyu dan rusa di pulau
tersebut dapat terjaga, serta mencegah penebangan hutan secara liar serta
penangkapan ikan menggunakan bom dan racun dan juga sampah manusia yg terus
mengalir dari muara Puger dan sekitarnya.
Kondisi Nusa Barong
Hari Ini
Keeksotisan
pulau Nusa Barong menarik perhatian wisatawan, di dunia maya pun sudah banyak
yang mempromosikan pulau ini sebagai destinasi wisata lokal yang menawan. Pada
tahun 2009, bahkan bupati Jember (Djalal) mengunjungi pulau ini bersama
sejumlah kepala dinas dan dua investor asal Surabaya. Pemerintah Jember
berminat menjadikan pulau Nusa Barong sebagai obyek tujuan wisata sehingga akan
ada pengajuan proposal ke pemerintahan pusat dan provinsi. Ada pula agensi
wisata yang mencoba meminta ijin kepada Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah III Jember untuk menjadikan Nusa Barong sebagai
bagian paket wisata. Jika dilihat dari perspektif wisata, Nusa Barong memang
layak menjadi incaran para penggemar jalan-jalan. Nusa Barong memiliki kekhasan
dan keunikan, baik dari sisi flora maupun ekosistem.
BKSDA sering kerepotan menghadapi
pencurian telur penyu, sarang burung walet, dan kayu sentigi yang terjadi sejak
1980. Tahun 2011 lalu, ada dua kasus pencurian telur penyu yang terbongkar, di
Kota Batu dan Kecamatan Puger, Jember. Jumlah telur penyu curian yang diamankan
sekitar dua ribu butir. Dua penjual mengaku mendapat telur penyu curian dari
Nusa Barong. Petugas kesulitan melakukan pengawasan intensif karena sulitnya
medan dan besarnya biaya transportasi. Di pulau itu tak ada air tawar, sehingga
sulit dibangun pos permanen. Dulu sempat ada pos di Nusa Barong, namun hancur
terkena ombak Tsunami. Jadi petugas memakai sistem berkemah saja, dan dua bulan
sekali masuk ke kawasan konservasi.
Namun model kemping seperti itu
bukannya tanpa kelemahan. Tim dari BKSDA tak bisa setiap saat masuk ke kawasan
konservasi sesuai jadwal, terutama pada Desember dan Januari, saat puncak
kedatangan penyu ke pantai dan bertelur. Saat Desember-Januari jumlah penyu
yang bertelur di sana bisa mencapai 10-20 ekor semalam. Ombak yang besar
membuat petugas kesulitan masuk ke Nusa Barong. Di lain pihak, pencuri telur
penyu kadang nekat. Mereka berani berenang ke pantai Nusa Barong. Dari sini,
BKSDA tak berani membuka pintu lebar-lebar bagi peluang dijadikannya Nusa
Barong sebagai objek wisata. Apalagi pulau ini juga salah satu pulau terluar
Indonesia. Jika terjadi kerusakan akibat intervensi manusia, maka
sedikit-banyak akan mengganggu kedaulatan negara. Kerusakan mudah timbul di
daerah itu, karena lapisan tanahnya cukup tipis.
Kerusakan
terumbu karang tercatat hampir 85% yang terjadi di pulau ini. Hal ini
mengakibatkan produktivitas nelayan semakin berkurang hingga mencapai 20% sejak
tahun 2009 hingga 2011 dengan sulit
ditemukannya hampir semua jenis ikan pelagis dan demersal. Ikan
pelagis menjadi ikan yang banyak ditangkap oleh nelayan di sekitar pulau ini
antara lain ikan tongkol, selar, lemuru, kembung dan sebagainya yang ditangkap
menggunakan jaring pukat cincin (purse
seine). Ikan demersal yang umumnya ditangkap adalah ikan kerapu, kuwe,
kakap, kurisi dan lain-lain yang ditangkap dengan menggunakan pancing. Selain
itu, terdapat lobster dan kepiting yang hidup di perairan karang, nelayan
menggunakan jaring insang dan kredet untuk menangkapnya di perairan sebelah
selatan pulau Nusa Barong yang
sebelumnya menjadi hasil tangkapan mayoritas nelayan Puger. Kerusakan ekosistem yang ada di sekitar pulau Nusa
Barong dapat memicu berbagai masalah seperti berkurangnya produktivitas nelayan
karena rusaknya terumbu karang yang merupakan tempat biota laut untuk
berkembangbiak, beradabtasi dan bertelur serta merusak keindahan pulau yang
akan mengurangi ketertarikan wisatawan untuk berkunjung ke pulau Nusa Barong.
Ketiadaan
Payung Hukum Kawasan Konservasi Perairan di Jember
Kebijakan ialah rangkaian konsep dan asas terkait
dengan kawasan konservasi yang menjadi pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi untuk mencapai tujuan pengelolaan Kawasan Konservasi
Perairan di Indonesia. Kebijakan berbeda dari prosedur atau protokol. Kebijakan
menentukan apa dan mengapa suatu tindakan konservasi diperlukan. Sedangkan prosedur
atau protokol mencakup keseluruhan tentang apa, siapa, bagaimana, dimana, dan
kapan kegiatan dilakukan untuk mencapai sasaran (tujuan) Kawasan Konservasi
Perairan di Indonesia. Kebijakan juga bisa dikatakan sebagai pernyataan
kehendak, statement of intent, atau komitmen untuk melakukan tidakan
yang dibutuhkan dalam rangka pencapaian sasaran pengelolaan Kawasan Konservasi
Perairan di Indonesia.
Oleh
sebab itu, Dinas Perikanan Peternakan dan Kelautan (KKP) kabupaten Jember akan
menjadikan Pulau Nusa Barong di sekat Puger sebagai kawasan konservasi taman
wisata perairan. Dinas KKP akan mengajukan program rehabilitasi terumbu karang
termasuk pemanfaatan kawasan perairannya sebagai konservasi alam. Dalam pengelolaan kawasan, Dinas akan
membentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) di Puger yang akan bekerja sama
dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jatim III. Langkah ini
diharapkan mampu menjadikan Pulau Nusa Barong sebagai benteng Kabupaten Jember
yang berada di gugusan Line of Fire
agar tetap lestari dan mampu menjadi pelindung ketika terjadi tsunami atau
bencana lain.
Diperlukan sebuah
kerangka hukum sebagai upaya pelaksanaan aktivitas yang akan dilakukan melalui
kebijakan. Kebijakan ialah rangkaian konsep dan asas terkait dengan kawasan
konservasi yang menjadi pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi untuk mencapai tujuan pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di
Indonesia. Kebijakan berbeda dari prosedur atau protokol – dia menentukan apa
dan mengapa suatu tindakan konservasi diperlukan. Sedangkan prosedur atau
protokol mencakup keseluruhan tentang apa, siapa, bagaimana, dimana, dan kapan kegiatan
dilakukan untuk mencapai sasaran (tujuan) Kawasan Konservasi Perairan di
Indonesia. Kebijakan juga bisa dikatakan sebagai pernyataan kehendak, statement
of intent, atau komitmen untuk melakukan tidakan yang dibutuhkan dalam
rangka pencapaian sasaran pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia.
Negara Indonesia terkenal sebagai kawasan pusat segitiga terumbu karang (The Coral Triangle Center ).
Salah satu program pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan dilakukan melalui konservasi
yang bertujuan melindungi, melestarikan dan mengelola secara berkelanjutan
sumberdaya ikan, meliputi ekosistem, jenis dan genetik ikan secara lestari dan
berkelanjutan. Salah satu upaya konservasi ekosistem adalah dengan
mengembangkan dan menetapkan kawasan konservasi perairan, pesisir dan
pulau-pulau kecil yang dikelola dengan sistem zonasi, diantaranya zona
perikanan berkelanjutan yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk budidaya dan
penangkapan ikan ramah lingkungan serta zona pemanfaatan untuk kegiatan wisata
bahari. Program ini tentunya sejalan dengan penerapan prinsip blue economy untuk mendukung
industrialisasi kelautan dan perikanan.
Undang-Undang Nomor
27 tahun 2007 memperkenalkan istilah baru kawasan konservasi yang berlaku untuk
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil . Konservasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil didefinisikan sebagai upaya perlindungan, pelestarian, dan
pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta ekosistemnya untuk
menjamin keberadaan, ketersediaan, dan 336 Hukum dan kebijakan kawasan
konservasi perairan kesinambungan sumber daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya
(Pasal 1(19)). Sedangkan Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil adalah kawasan pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan ciri khas tertentu
yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil secara berkelanjutan (Pasal 1(20)).
Pasal 28(4)
menyatakan bahwa kawasan konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ditetapkan
dengan Peraturan Menteri. Setahun kemudian, Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan
Peraturan Menteri No. 17 tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pasal 4(1) dari Peraturan Menteri ini menyatakan
bahwa Kategori Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil , terdiri dari:
• Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil , yang selanjutnya disebut KKP3K;
• Kawasan Konservasi Maritim, yang
selanjutnya disebut KKM;
• Kawasan Konservasi Perairan, yang
selanjutnya disebut KKP; dan
• Sempadan Pantai.
Selanjutnya, Pasal 5 menyatakan bahwa jenis
KKP3K terdiri dari kategori:
• Suaka pesisir;
• Suaka pulau kecil;
• Taman pesisir; dan
• Taman pulau kecil.
Kawasan konservasi
di wilayah perairan juga menggunakan istilah yang berbeda. UU No. 31 tahun 2004
menggunakan istilah Kawasan Konservasi Perairan (KKP). Sedangkan UU No. 27
tahun 2007 menggunakan istilah Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
. Kategori kawasan dari kedua Undang-Undang ini juga berbeda, sementara sangat
memungkinkan keduanya berada pada wilayah yang saling tumpang tindih.
Dinas KKP akan
melakukan konservasi di wilayah selatan dan utara pulau Nusa Barong karena dua
wilayah ini mengalami kerusakan yang sangat parah. Namun, undang-undang
tersebut belum dapat menjadi payung hukum yang kuat karena dinas KKP masih
dalam tahap untuk pembuatan SK Bupati. SK Bupati ini memuat tentang pembuatan
peta daerah konservasi yang ada khususnya untuk pulau Nusa Barong sebagai
bagian dari pelaksanaan UU no. 27 tahun 2007 tentang konservasi pulau-pulau
kecil. Masih diperlukan beberapa tahap dalam pengajuan SK ini melalui beberapa
mekanisme seperti pembuatan keputusan tingkat RT, RW, rencana Sonasi, hingga
samapai pada pemberian SK oleh Bupati yang akan digunakan untuk mengusulkan ke
tingkat Dirjen Kelautan dan Perikanan nasional. Namun, KKP tidak tinggal diam
begitu saja melihat kerusakan ekosistem yang ada. Sehingga membentuk Pokwasmas,
sebuah kelompok yang berfungsi untuk membantu mengawasi wilayah tertentu dari
kerusakan sebagai akibat dari ulah negatif masyarakat. Serta membentuk suatu
komunitas yang bernama KIARA (Koalisi rakyat untuk keadilan Perikanan) untuk
melakukan rehabilitasi terumbu karang yang telah rusak.
Oleh karena itu menjadi sangat penting artinya
kegiatan konservasi terumbu karang di wilayah Nusa Barong dan sekitarnya dengan
menerapkan prinsip-prinsip sistem pengelolaan kawasan konservasi laut (KKL)
melalui keterpaduan, partisipasi, multi stakeholders. Upaya perlindungan
atau konservasi sumberdaya alam di wilayah pulau Nusa Barong dan sekitarnya dapat dilakukan dengan cara
menyisihkan lokasi-lokasi yang memiliki potensi keanekaragaman jenis biota laut,
gejala alam dan keunikan, serta ekosistemnya. Kawasan konservasi pada dasarnya
merupakan gerbang terakhir perlindungan dan pemanfaatan berkelanjutan
sumberdaya kelautan dan ekosistemnya. Melalui cara tersebut diharapkan upaya
perlindungan secara lestari terhadap sistem penyangga kehidupandan ekosistemnya
serta pemanfaatan sumberdaya alam laut secara berkelanjutan.
Evaluasi Kebijakan Konservasi
Perairan Di Jember
Menurut William N Dunn dalam Analisis Kebijakan Publik: An
Introduction menjelaskan bahwa evaluasi merupakan salah satu dari
proses ataupun siklus kebijakan publik setelah perumusan masalah kebijakan,
implementasi kebijakan, dan monitoring atau pengawasan terhadap implementasi
kebijakan. Pada dasarnya, evaluasi kebijakan bertujuan untuk menilai apakah
tujuan dari kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut telah tercapai atau
tidak. Tetapi evaluasi tidak hanya sekedar mengahasilkan sebuah kesimpulan
mengenai tercapai atau tidaknya sebuah
kebijakan atau masalah telah terselesaikan, tetapi evaluasi juga berfungsi
sebagai klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari kebijakan,
membantu dalam penyesuaian dan perumusan masalah pada proses kebijakan
selanjutnya.
Evaluasi merupakan salah satu dari prosedur dalam analisis
kebijakan publik. Metodologi analisis kebijakan publik pada hakikatnya
menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah
manusia yaitu definisi (perumusan masalah), prediksi (peramalan), preskripsi
(rekomendasi), dan evaluasi yang mempunyai nama sama dengan yang dipakai dalam
bahasa sehari-hari yang berfungsi menyediakan informasi mengenai nilai atau
kegunaan dari konsekuensi pemecahan masalah atau pengatasan masalah.
Weis ( 1972:2526 ) seperti
yang dikatakan oleh Widodo ( 2008:124 ) menjabarkan bahwa terdapat beberapa
tahap dalam evaluasi kebijakan:
1.
Formulating the program goals that the evaluation will use as criteria.
2. Choosing
among multiple goals.
3.
Investigating unanticipated consequences.
4. Measuring
outcomes.
5.
Specifying what the program is
6. Measuring
program inputs and intervening processes.
7.
Collecting the necessary data.
Dengan mengacu pada uraian sebelumnya
maka menurut Widodo (2008:125) untuk
melakukan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan terdapat beberapa tahap yang
harus dilakukan :
a. Mengidentifikasi apa yang menjadi tujuan kebijakan,
program dan kegiatan.
b. Penjabaran tujuan kebijakan, program dan kegiatan ke
dalam kriteria atau indikator pencapaian tujuan.
c. Pengukuran indikator pencapaian tujuan kebijakan program.
d. Berdasarkan
indikator pencapaian tujuan kebijakan
program tadi, data dicari di lapangan.
e. Hasil data yang diperoleh dari lapangan diolah dan
dikomparasi dengan kriteria pencapaian tujuan.
Dunn merumuskan ada 5 tahap dalam membuat kebijakan (public policy) yaitu pertama penyusunan agenda kebijakan, kedua
penyusunan formulasi kebijakan (sense
policy), ketiga penerapan kebijakan (policy
implementation), keempat proses evaluasi, kelima tahap penilaian atau
evaluasi kebijakan. Dalam penyusunan kebijakan dapat melibatkan tiga elemen
anatara lain eksekutif, legislatif dan pihak lain yang terkait seperti lembaga
swadaya masyarakat.
Kebijakan tentang Konservasi Perairan di Jember ini belum sampai pada
tahap adanya peraturan daerah mengenai konservasi perairan dan pulau-pulau
kecil salah satunya pada pulau Nusa Barong di kecamatan Puger. Konservasi hanya
berada di bawah naungan BKSDA, yang seharusnya berada dibawah tanggungjawab
Dinas KKP Jember. Dinas KKP untuk saat ini masih dalam proses pembuatan peta
zonasi kawasan konservasi yang akan diajukan kepada pusat. Untuk itu, tahapan
evaluasi kebijakan masih belum dapat dilakukan karena proses pembuatan
kebijakan konservasi perairan dan pulau-pulau kecil masih berada dalam
mekanisme tahapan kebijakan. Untuk saat ini, kekuatan hukum yang ada masih
sebatas pada SK yang diturunkan oleh bupati. SK ini masaih dalam proses
pengajuan kepada Dirjen Kelautan Pusat. Jika, dilihat menggunakan perspektif
Dunn maka tahapan kebijakan konservasi perairan dan pulau-pulau kecil masih
berada dalam tahap penyususnan agenda kebijakan dan formulasi kebijakan (sense policy).
Local Wisdom sebagai Upaya Konservasi
Kebijaksanaan lokal (local wisdom)
atau kearifan lokal dapat dijadikan sebagai upaya pelestarian lingkungan.
Karena nilai-nilai budaya yang ada di suatu masyarakat biasanya tersembunyi
pesan-pesan untuk melestarikan alam. Nilai-nilai yang disosialisasikan sejak
generasi nenek moyang dapat menjadi obat yang ampuh untuk mencegah eksploitasi
manusia atas alam yang terkadang kebablasan. Dalam buku Jaminan Sosial Nelayan
disebutkan salah satu kearifan lokal yang dapat digunakan sebagai upaya
konservasi yaitu persepsi orang Bugis
terhadap ikan kerapu. Keberadaan dan pengakuan terhadap nilai-nilai budaya
lokal penting bagi masyarakat Bugis karena jika diabaikan dapat menimbulkan
konflik. Misalnya, orang Bugis di kabupaten Bone sangat pantang makan ikan
kerapu. Jika mengkonsumsi ikan tersebut maka derajat dan kehormatannya akan
turun. Dalam persepsi mereka, hanya kelompok masyarakat yang rendah status
sosialnya yang mau mengkonsumsi ikan kerapu. Dalam hal ini, ada mitos terhadap
ikan kerapu sehingga dapat menjaga populasi ikan kerapu yang merupakan jenis
ikan demersal.
Upaya untuk melakukan konservasi sumberdaya pesisir merupakan pekerjaan
besar yang sangat penting dalam menjaga keutuhan dan kelestaraian sumberdaya
alam. Peran nelayan lokal dalam menggali budaya dan foklor menjadi penting
untuk dilakukan mengingat upaya konservasi tidak hanya berada di bawah paying
hukum semata. Di era otonomi saat ini, Pemerintah daerah
merupakan pelaku utama pengelolaan kawasan. Pemerintah Daerah diberikan
kewenangan dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi sesuai yang
diamanatkan undang-undang. Dalam konteks ini, pemerintah pusat berperan sebagai
pendukung dan katalis percepatan pengelolaan melalui penyusunan kebijakan,
program dan prioritas nasional. Kementerian Kelautan dan Perikanan hanya
mengelola secara langsung kawasan-kawasan konservasi tertentu yang bersifat
strategis, misalnya pada kawasan konservasi di area pulau terluar. Dewasa ini,
sesungguhnya perkembangan dalam perencanaan dan pengelolaan Kawasan Konservasi
Perairan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil telah banyak terjadi. Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, BUMN, swasta, LSM dan para pihak
lain telah berbuat banyak dalam perlindungan dan pelestarian sumberdaya ikan di
Indonesia. Kita harus menyatukan langkah dan bahu membahu mewujudkan pelestarian
sumberdaya perairan yang pada akhirnya kan bermuara untuk mampu berkontribusi
terhadap perekonomian masyarakat.
III.
Penutup
Kesimpulan
Kebijakan konservasi yang ada di kabupaten Jember belum
memiliki peraturan yang jelas karena masih berada dalam tahap rancangan
pembuatan peta wilayah atau zonasi di beberapa titik seperti di pulau Nusa
Barong salah satunya sehingga konservasi yang dilakukan belum memiliki payung
hukum yang jelas dalam pelaksanaannya. Pemerintah daerah hanya memfasilitasi
salah satu LSM yang bernama KIARA namun karena undang-undang yang belum masuk
pada level provinsi maupun nasional memiliki kendala biaya dalam upaya pemaksimalan
konservasi sehingga KIARA merasa jika konservasi yang telah dilakukan bersama
masyarakat sekitar hanya menjadi kegiatan swasta tanpa bantuan pemerintah
daerah. Serta masyarakat lokal diharapakan mampu menggali kearifan lokal yang
diturunkan oleh nenek moyang mereka sebagai upaya pelestarian ekosistem laut. Diperlukan
kolaborasi dari berbagai pihak agar perlindungan dan pelestarian kawasan
pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dilakukan semaksimal mungkin sehingga dapat
menarik wisatawan maupun meningkatkan produktivitas nelayan sehingga dapat
menjadi income bagi masyarakat maupun
daerah.
Referensi
:
Buku
Dunn .W,
2003, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta : Gajah Mada Universitas
Press.
Kusnadi,
2007. Jaminan sosial Nelayan.
Yogyakarta : LKiS
Santoso, A, 2008. Konservasi Indonesia : Sebuah Potert
Pengelolaan dan Kebijakan. Jakarta : POKJA Kebijakan Konservasi
Satria, Arif, 2009. Ekologi Politik Nelayan. Yogyakarta : LKiS
Widodo,
Joko, Dr.M.S, 2008. Analisis Kebijakan
Publik : Konsep, dan Aplikasi Proses
Kebijakan Publik. Malang : Bayumedia Publishing.
Majalah yang berjudul Laut Indonesia dalam
Krisis yang diterbitkan oleh Greenpeace
PDF dengan judul Hukum dan Kebijakan Kawasan Konservasi Perairan
Website