Rabu, 08 Januari 2014

Perahu Tradisional Nusantara

by: @TriSulis_S



Perahu merupakan salah satu hasil budaya bahari sejak jaman prasejarah yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia di dunia termasuk Nusantara sebagai alat transportasi air, alat komunikasi antar masyarakat, perdagangan, mencari ikan dan berkaitan dengan religi masyarakat yang mendiami wilayah pesisir Nusantara. Perahu di Nusantara memiliki ciri penggunaan cadik dan tanpa cadik yang merupakan kekhasan perahu Austronesia. Persebaran perahu bercadik tunggal sangat luas di Nusantara. Perahu juga digunakan sebagai peti mati atau tempat penguburan mayat yang terlihat pada suku Dayak Ngaju bermakna bahwa orang mati akan berpindah kea lam arwah dengan menggunakan perahu sebagai wahananya. Pada komunitas Austronesia, perahu memiliki bentuk yang bervariasi yang digunakan dalam konteks kematian. Peti mati berbentuk perahu juga dipahat dari kayu atau bongkahan batuan, dan bentuk motif perahu juga digambarkan pada kain dari kulit kayu dan kayu disimpan pada situs penguburan. Praktek penguburan dengan peti mati berbentuk perahu tidak hanya ada di Nusantara, namun ditemukan juga ddi Semenanjung Malaysia, Filipina dan Kepulauan Solomon.
            Perahu Nusantara memiliki motif dengan menggunakan perunggu yang dikenal dengan Nekara perunggu (kettledrum) yang merupakan salah satu warisan budaya logam sebagai komoditas perdagangan pada masa perundagian yang tersebar di Asia Tenggara, termasuk Indonesia menurut Soejono dalam Agus (2009:27). Nekara perunggu yang ditemukan di Indonesia memiliki motif geometri, benda langit, figure manusia, bentuk bangunan, fauna seperti burung, katak dan rusa serta perahu. Hiasan motif perahu ditemukan pada nekara di Kebumen, Sangeang, Salayar, Roti, Leti dan Kur menurut Kempers dalam Agus (2009:28). Motif perahu merepresentasikan “Totality and Holy Life” atau kemutlakan dan kehidupan yang suci”
            Perahu sebagai sarana transportasi air adalah usaha adaptasi manusia untuk menghadapi kondisi lingkungan alam sekitarny. Pada dasarnya prinsip dari sebuah perahu adalah benda yang dapat mengapung, dapat mengangkut manusia dan barang bawaan, serta dikendalikan ke tempat yang dituju. Pada mulanya perahu berbentuk rakit kemudian menjadi cadik. Dari segi teknologi, perahu dikelompokkan menjadi bentuk perahu lesung atau kano (dugout canoe) dan perahu papan (planked boat). Tipe perahu lesung antara lain sampan, jukung dan lesung yang dibuat dengan cara memahat kayu hingga berbentuk rongga memanjang untuk penumpang atau barang dan berbentuk runcing pada ujungnya. Untuk perahu papan bahan kayu yang digunakan tidak satiu pohon saja, sehingga bentuk perahu yang dihasilkan lebih beragam. Pembuatan perahu juga menggunakan teknik ikat yang menggunakan bahan tali ijuk untuk menyatukan papan-papan badan perahu. Selain itu digunakan tambuko untuk menyatukan badan perahu dengan gading-gading. Perahu tradisional di Nusantara sangat bervariasi dengan unsur-unsur utama mencakup lunas atau dasar, lambung, linggi, dayung, kemudi, tiang, dan layar perahu.
            Dalam upaya untuk mengetahui bentuk-bentuk perahu pada seni cadas di Indonesia perlu diperhatikan beberapa hal yaitu membedakan konstruksi lambung menjadi dua tipe teknologi konstruksi. Pertama yaitu konstruksi lambung satu batang pohon dan lambung lima komponen. Konstruksi kedua yaitu konstruksi lambung papan. Selain itu, diperhatikan bentuk layar dan tiang layar. Perahu Austronesia pada awalnya memiliki layar segitiga dan tidak selalu memakai tiang layar. Perahu layar segitiga yang memakai tiang layar, biasanya pendek. Layar segiempat agak panjang digantung miring dan digunakan setelah zaman masehi. Pada perkembangannya, konstruksi tiang layar diperkuat dengan kaki tiga pada perahu layar segi empat menurut Mahdi dalam Agus (2009:33)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar